sa'at shalat

Selasa, 05 Juni 2012


Kisah Nabi Daud AS, Saat Daud Menjadi Pahlawan (Bagian ke-2)

Pertempuran Pun Terjadi
Akhirnya tentara Thalut bertemu dengan tentara Jalut yang gagah perkasa. Jumlah mereka jauh lebih banyak, senjata mereka juga lebih lengkap, semua di lindungi oleh baju besi. Pimpinan mereka bernama Jalutseorang yang gagah perkasa. Badannya tegap, tingginya mencapai tiga meter. Sudah sangat terkenal, dalam setiap peperangan Jalut selalu mengamuk dengan ganasnya, tak seorang pun dibiarkan lolos dari sergapannya.
Kedua pasukan tentara yang saling berhadapan itu segera membuat pertahanan masing-masing. Melihat kekuatan tentara Jalut, tentara Thalut mulai berkecil hati. “Kami tidak sanggup menghadapi tentara Jalut. Mereka lebih banyak dan lebih lengkap peralatanya.”
 Tetapi sekelompok kecil tentara Thalut tetap pada pendirianya. Mereka ini adalah pasukan yang tidak melanggar perintah Thalut tatkala mereka menyebrangi sungai itu. Mereka berkata, “Sudah sering terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak, dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar (Al-Baqarah: 249).
Sementara itu, Jalut si pemimpin pasukan yang perkasa itu terdengar berteriak-teriak. Suaranya menggelagar jauh melintasi gurun, menggema dari lembah ke lembah, membuat takut burung-burung. Jalut berteriak menantang, siapa jagoan dari tentara Thalut untuk berduel satu lawan satu.
Suara Jalut terdengar jelas, sekalipun cukup jauh. Tetapi tidak ada seorang pun tentara Thalut itu yang berani maju menantang Jalut. Meskipun ejekan dan hinaan datang bertubi-tubi dari Jalut, tentara Tahlut diam ketakutan.
“Siapakah orang yang berani menjawab tantangan Jalut ini? Sesungguhnya ini adalah kesempatan baik untuk memenangkan peperangan ini. Sebab jika Jalut kalah, tentara musuh itu pasti mudah dikalahkan. Mereka akan lari ketakutan. Sedangkan kalau peperangan melawan mereka semuanya, belum tentu akan menang!” pikir Thalut di dalam kemahnya.
Timbul keinginan ia sendiri yang akan menghadapi Jalut. Tetapi kalau ia gugur, tentaranya akan lari tunggang-langgang karena tidak ada yang memimipin.

Daud menjadi Pehlawan

Ketika Thalut sedang resah, masuklah menghadap seorang anak, badannya tegap, matanya bercahaya, wajahnya tampan, suaranya pun merdu, dialah Daud bin Yusya. “Saya ingin menutup mulut Jalut yang sombong itu!” kata Daud kepada Thalut.
“Di seluruh tentara yang banyak ini, hanya kau yang berani, tetapi kau masih anak-anak,” kata Thalut sambil menatap mata Daud dalam-dalam. Hatinya mengatakan, anak yang berdiri dihadapannya ini bukanlah manusia biasa. “Mungkinkah Allah telah mengirimkan anak ini kepadaku untuk memenangkan peperangan ini?” Pikir Thalut sambil membandingkan dirinya yang tadinya juga hanya seorang gembala, sama dengan Daud. Tetapi karena Allah SWT menghedaki, saat ini ia menjadi Raja.
“Beberapa hari yang lalu saya telah menangkap seekor singa karena ia hendak menerkam dombaku. Sebelum itu saya juga pernah membunuh seekor beruang ganas!” kata Daud meyakinkan.
Mendengar kata-kata Daud itu, Thalut tidak bimbang lagi, Daud di izinkan maju ke gelanggang. Maka di berikanlah Daud baju Zirah, pedang dan perisai. Namun ia menolak mengenakan baju besi, topi baja dan senjata yang diberikan kepadanya. “Saya tidak bisa menggunakan itu semua,” kata Daud.
Tetapi Jalut mengenakan baju perang dan bersenjata lengkap. “Kau memakai senjata apa?” tanya Thalut. “Saya pakai ini saja!” sahut Daud. Ia memperlihatkan sebuah tongkat, sebuah ketapel, dan beberapa batu kerikil. “Kau yakin akan menang dengan senjata itu saja,” tanya Thalut keheranan.
“Allah telah menyelamatkan diriku dari terkaman singa dan beruang ganas, kenapa Ia tidak menolongku dari pedang Jalut yang durhaka itu? Bukankah ia telah menghina Tuhan, Allah SWT?” kata Daud bersemangat.
Daud lalu berangkat, di iringi doa oleh Thalut, kemudian diarak keluar barisan tentara. Daud maju ke gelanggang dengan senjata apa adanya. Di sana Jalut sudah menanti seraya berkoar petentang-petenteng.
“Hai, bocah cilik! Apakah engkau sudah bosan hidup? Mana pedangmu, hah? Tongkatmu itu? Untuk memukul anjingkah itu? Atau untuk bermain dengan teman sebayamu? Sayang betul, engkau masih muda akan mati dulu. Kalau kau tetap menentangku juga, dagingmu akan menjadi makanan burung dan binatang buas!” kata Jalut berteriak-teriak menyombongkan diri.
Tetapi Daud tidak gentar, ia terus maju mendekat. Melihat Daud maju terus, Jalut mulai waspada. Ia mendekati tombak panjangnya yang dipancangkan beberapa buah tak jauh darinya.
“Jalut engkau boleh menyombongkan diri dengan tombak dan pedangmu. Boleh merasa aman dilindungi baju zirah dan topi bajamu. Tetapi percayalah, semuanya itu takkan mampu melindungimu. Ketahuilah, aku datang ini atas nama Tuhan, Allah SWT, yang menciptakan langit dan bumi serta seisinya, yang telah kau hina dan kau ejek selama ini. Sebentar lagi akan kita buktikan, pedang atau tombakmu yang menghabisi nyawaku, atau kehendak Tuhan yang berlaku atas dirimu!” sahut Daud menjawab tantangan Jalut.
Mendengar kata-kata Daud itu, Jalut amat marah sekali. Disambarnya tombaknya, lalu dilemparkannya ke arah Daud, tapi Daud menghindar dengan gerakan yang sangat tangkas. Berkali-kali Jalut melemparkan tombaknya, tapi tak satupun yang mengenai Daud, sebab ia selalau bisa menghindar.
“Sekarang giliranku!” teriak Daud. Daud mengambil ketapelnya, dengan batu kerikil sebagai pelurunya. Dengan gerakan yang sangat cepat, ketapel itu di tembakkan ke muka Jalut. Batu kerikil itu menancap diantara kedua alisnya. Darah mengalir membasahi matanya. Jalut tidak dapat melihat dengan jelas. Ia berteriak-teriak, meraung-raung kesakitan seperti seekor singa yang terluka.
Daud tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, batu kedua dan ketiga dilepaskannya, keduanya mengenai kepala Jalut. Penglihatan Jalut berkunang-kunang. Dunia terasa berputar. Akhirnya, Jalut yang bersenjatakan lengkap dan selalu di agung-agungkan itu tersungkur jatuh mencium tanah. Tak lama kemudian, dia pun mati, dengan cara yang sangat sederhana, dengan senjata ketapel.
Lalu Daud mengambil pedang Jalut. Sementara hampir seluruh pasukan lawan lari tunggang langgang karena ketakutan. Namun masih ada sisa-sisa tentara Jalut yang terpaksa bertahan, dan peperangan pun terjadi antara kedua pasukan itu.
Tentara Thalut di bawah pimpinan Daud bersorak sorai, kemenangan di pihak mereka. “Mereka mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 251).
Bangsa Israel pun kembali memasuki kampung halamannya. Nama pahlawan Daud harum semerbak. Setiap orang membicarakannya, setiap orang mengisahkan keberaniannya, kegagahannya, kepintarannya. Namun tak kurang pula yang membicarakan ketampanan wajahnya.
Seluruh rakyat menghormati Daud, tidak hanya karena kepahlawanannya, tetapi juga budi pekertinya yang mulia, sifat-sifatnya yang terpuji, serta suaranya yang amat merdu. Segalanya menjadi bahan pujian yang tak habis-habisnya. Raja Thalut pun tak luput memujinya. Ia mencintai dan menghormati Daud. Ia lalu diangkat menjadi penasehatnya. Selain itu, Daud juga diserahi tugas untuk memimpin tentara sekaligus dijadikan menantu Raja, menjadi suami putri Raja yang paling cantik.
Namun Daud tidak begitu senang dengan semua itu. Ia pergi ke gurun dan gunung. Ia merasakan kedamaian di tengah-tengah makhluk yang lain. Di saat mengasingkan diri, Daud bertobat kepada Allah SWT dan memuliakan-Nya. Allah memilih Daud sebagai seorang Nabi dan memberinya Kitab Zabur. “Dan kami berikan Kitab Zabur kepada Daud.” (QS. Al-Isra: 55).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar