sa'at shalat

Senin, 11 Juni 2012


Relasi Guru-Murid (1)

Kamis, 07 Juni 2012, 19:21 WIB
republika.co.id
  
Relasi Guru-Murid (1)

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Ketika Nabi Musa berjumpa dengan guru yang dicarinya dan memohon kepadanya agar diterima menjadi murid, persyaratan yang diminta gurunya ialah kesabaran untuk menjaga tata krama seorang guru, yakni bersabar menanti tahapan pelajaran tanpa mendesak atau mempertanyakan sesuatu yang belum dibahas, tidak menentang, dan tidak memprotes gurunya.

Dalam Alquran dibahasakan Nabi Musa menaruh harapan besar untuk diterima menjadi murid, Musa berkata kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (QS. Al-Kahfi: 66). 

Lalu sang guru menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (QS. Al-Kahfi: 67). 

Musa agak tercengang sejenak sambil berpikir bagaimana mungkin calon guru yang baru dijumpainya mengerti kalau dia tidak sanggup untuk bersabar. Musa kembali menjawab, “Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” (QS. Al-Kahfi: 69).

Akhirnya Musa diterima sebagai murid, namun ketentuan pertama yang harus dipenuhi Musa dari gurunya ialah “Jika kamu mengikutiku, janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS. Al-Kahfi: 70). 

Keduanya berangkat ke sebuah tempat yang tidak jelas, dan keduanya tiba di sebuah tempat di pinggir pantai. Di pantai sang guru melakukan sesuatu yang sangat aneh bagi Musa, yaitu melubangi perahu-perahu nelayan miskin di tempat itu. Musa spontan menyatakan keberatannya, “Mengapa kamu melobangi perahu itu, yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” (QS. Al-Kahfi: 71).

Pertanyaan Musa yang walaupun diyakini secara akal normal tidak ada yang salah, namun sang guru menganggap sikap batin yang mendorong Musa mengeluarkan pertanyaan dan tanggapan belumlah mencerminkan murid yang pantas untuk memperoleh ilmu ladunni (QS. Al-Kahfi: 65), lalu gurunya memberikan teguran, “Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.” (QS. Al-Kahfi: 72). 

Menyadari kekeliruan dengan kelancangannya mempertanyakan kebijakan sang guru, Musa memohon maaf kepada gurunya, “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku, dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (QS. Al-Kahfi: 73).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar