sa'at shalat

Jumat, 13 Juli 2012


KB dan Skenario Zionis

Salah satu kartu dalam permainan kartu “ILLUMINATI” ;  Pengurangan populasi penduduk dunia merupakan agenda zionis, program KB hanyalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tsb.
Dalam Kitab Zohar ada sebuah ayat yang menarik. “Angka Kelahiran Non Yahudi harus ditekan sekecil mungkin”. Ayat ini menjadi landasan teologis untuk mengekang laju pertumbuhan ghoyim (orang-orang non Yahudi). Karenanya, tidak aneh program “dua anak lebih baik” itu diluncurkan rezim Orde Baru era 70-an yang sedang mesranya dengan Barat.
Indonesia tidaklah sendiri. Di China mereka menjalankan Program Kebijakan Satu Anak ataujìhuà shēngyù zhèngcè. Di negeri samba, orang-orang menyebut KB dengan Planejamento Familiar. India juga menjalankan program sama, mereka menyebutnya National Population Policy.
Thomas Malthus
Lalu siapakah Tokoh Yahudi modern yang ‘berjasa’ menjalankan ayat Zohar dalam konteks praksis itu? Namanya memang tidak setenar Darwin, tapi gagasan Evolusionis tokoh Atheis itu merujuk padanya. Betul seperti dugaan anda, pria itu bernama Thomas Robert Malthus (1766-1834)
Thomas Malthus, sejatinya adalah seorang pakar demografi Inggris sekaligus ekonom politik yang paling terkenal karena pandangannya yang pesimistik namun sangat berpengaruh tentang pertambahan penduduk.
Malthus beranggapan bahwa pertumbuhan sumber daya manusia tidak simetris dengan potensi sumber daya alam. Dalam An Essay on the Principle of Population (Sebuah Esai tentang Prinsip mengenai Kependudukan), Malthus membuat ramalan bahwa jumlah populasi akan mengalahkan pasokan makanan. Kondisi ini menurutnya akan menyebabkan berkurangnya jumlah makanan per orang. Pada titik inilah kekacauan akan terjadi. Dan apa yang diramalkan Darwin dengan nama Survival for the fittest akan menjadi keniscayaan.
Anehnya solusi yang ditawarkan Malthus untuk meredakan kemelut itu seakan menyelisihi Islam, yakni apa yang ia sebut sebagai preventive checks atau penundaan perkawinan. Malthus juga mengusulkan bahwa manusia tidak perlu memiliki banyak anak. Ide Malthus itu kini malah dikampanyekan oleh salah satu lembaga KB di Indonesia dengan pemeran salah seorang artis ternama. Menurut mereka menikah dini berbahaya dan dua anak lebih baik.
Pada gilirannya, ide Malthus yang masih sederhana dibuat menjadi praktis oleh kalangan Barat. Maka, muncullah kondom dari Maria Stopes (1880-1950). Alih-alih digunakan sebagai bagian dari kontrasepsi, namun dalam perkembangannya kondom justru dikampanyekan sebagai alat transaksi seks bebas.
Islam sebagai agama mulia sepanjang zaman telah mengatur persoalan ini. Bahwa banyaknya anak bukanlah petanda kemiskinan seperti yang digembar-gemborkan Malthus dan kronco Yahudinya di PBB.
Yang menjadikan sebagian manusia mengalami kemiskinan atau krisis pangan justru adalah Kapitalisme Rostchild. Mereka lah yang berbondong-bondong mengeruk kekayaan negara-negara berkembang dan ketiga demi mewujudkan New World Order. Mereka juga yang membuat negara-negara miskin semakin melarat berkat tipu daya IMF melalui pinjaman hutang seperti menimpa Indonesia.
Jadi buat apa umat muslim khawatir memiliki banyak anak? Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik].
Jangankan manusia, binatangpun mendapat rezeki dari Allah. “Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rizkinya.” (QS 11 : 6). Betul jadi kata Aa Gym, “Kenapa kita takut akan rezeki Allah, gajah aja gak sekolah gemuk-gemuk. Plankton yang hidup didasar laut saja diberi rezeki, bagaimana dengan kita sebagai makhluk hidup yang mulia?
Namun, sebaik-baiknya mereka membuat makar, maka hanya Allah sebagai pihak berkuasa. Hingga kini, jumlah umat muslim di Eropa dan Amerika menlonjak drastis. Melihat fenomena ini, bisa jadi Yahudi sedang gigit jari atau paling tidak frustasi hingga menembak puluhan manusia seperti Teroris Breivik di Norwegia. Allahua’lam. (Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi)

Hamka : Yang Menjalankan KB hanyalah Orang yang Lemah Rasa Agamanya

Allah memberi peringatan agar jangan membunuh anak karena takut kemiskinan dan kepapaan didalam ayat Al An’am 151 , ayat ini mengingatkan jangan membunuh anak karena hidup miskin, khawatir anak tidak terbelanjai. Karena perbuatan yang demikian itu hanya bisa terjadi pada orang jahiliyah yang kepercayaannya kepada pertolongan Allah yang sangat tipis.
Sedangkan lanjutan ayat ini Allah bersabda :”Kamilah yang memberikan rezeki kamu dan kepada mereka.” Yaitu sesuai dengan apa yang telah dijaminkan Allah di dalam surah 11, surad Hud ayat 6, bahwasanya tidak ada suatu makhluk yang melata, merangkak, berjalan, di atas bumi ini melainkan sudah ada jaminan rezekinya di sisi Allah dan telah diketahui dimana dia akan tinggal dan dimana dia akan dikubur kelak.
Itu sebabnya maka pegangan hidup yang pertama tadi ialah percaya kepada Allah dan jangan mempersekutukan yang lain dengan Allah. Karena kepercayaan kepada Allah menimbulkan cahaya dalam hati, inspirasi dalam mencari usaha kehidupan.
Bagi pendidikan anak sendiripun sangat berbahaya kalau orangtuanya membayangkan bahwa kedatangannya di dunia ini hanyalah semata mata akan memberati hidupnya.
Di zaman jahiliyah benar benar ada orang yang membunuh anak karena takut akan miskin. Sampai sekarang masih terdapat bangsa yang miskin menjual anaknya karena tidak mampu memberi makan. Tetapi ada lagi yang lebih buruk, yaitu meracun jiwa anak sendiri dengan memberikan didikan yang salah, karena mengharapkan “jaminan hidup” . Orang yang menyerahkan anaknya masuk sekolah Kristen, karena pengaruh pendidikan sekuler yang mengajarkan bahwa hidup itu teratur ialah meniru perilaku orang barat, dan agama orang barat itu ialah Kristen. Ini membuktikan pendidikan jiwa “budak” itu setelah tanah air ini merdeka masih belum hilang sama sekali.
Berkata Al Hakim :”Termasuk di dalam minuman semacam obat untuk menggugurkan kandungan”
Berkata pengarang kitab Al Hakam : “ Wajiblah atas seorang perempuan yang telah terputus haidnya supaya berjaga jaga jangan sampai dia meminum obat obat yang dikhawatirkan akan dapat meyebabkan gugur kandungannya.”
Sehubungan dengan ini, teringatlah kita kepada program dunia modern yaitu “Keluarga Berencana” yaitu usaha menjarangkan kelahiran anak; atau usaha memperkecil jumlah anak karena takut akan miskin.
Program tersebut lahir karena kecemasan kalau kalau perbandingan di antara penduduk dunia atau penduduk suatu negeri tidak seimbang dengan persediaan makanan. Maka pemerintah suatu negeri yang merasa tidak berdaya memberi makanan yang cukup itu berusaha mempropagandakan keluarga berencana (KB) atau kelahiran manusia dibatasi. Untuk itu diadakanlah obat obat pencegah hamil, ada yang berupa pil atau kapsul dan ada pula yang berupa operasi kecil pada alat kelamin, dan ada juga berupa suntikan.
Setelah KB ini popular di seluruh dunia, terutama sekali dipropagandakan dalam Negara yang ekonominya lemah, maka timbullah gejala gejala lain yang tidak diinginkan, sebab perhitungan ekonomi atau perhitungan bertambah besarnya jumlah penduduk tidak seimbang dengan perbentengan rohani. Dipergunakan obat anti kehamilan itu untuk menahan kelahiran hubungan seksual diluar nikah. Di dalam kota kota besar terdapatlah gadis gadis dan para pemuda yang belum menikah menyimpan pil pil anti hamil, agar kalau berzina jangan sampai mengandung.
Dan dalam kenyataannya pula ialah bahwa pada orang orang yang masih kuat agamanya, kuat imannya dan teguh kepercayaannya kepada jaminan hidup dari Allah, propaganda KB tidaklah begitu diyakini. Yang menjalankan KB hanyalah yang telah lemah imannya dan rasa agamanya.
Perempuan perempuan yang menuruti kehidupan modern merasa bahwa anak anak itu sangat menghalangi langkahnya untuk bergerak kemana mana buat bercengkrama, bertemu dengan kawan, bergaul bebas, keluar pelesir. Sehingga dengan demikian itu kian lama jelas bahwa tujuan pertama dari KB tidak tercapai, tetapi nyatanya KB diteruskan juga, bukan lagi karena tekanan ekonomi, tetapi untuk “menutup malu” yang telah tercoreng pada keningnya kehidupan modern. (Hamka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar