sa'at shalat

Minggu, 12 Agustus 2012


alhiraindonesia.com


 

 Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam dan salawat serta salam untuk nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam.
Al Asy Hurul Hurum atau bulan bulan haram adalah 4 bulan yang di muliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab,  dalam kitabnya Allah Berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At-Taubah: 36)
Kenapa disebut bulan haram?
karena bulan ini dimuliakan masyarakat Arab, sejak zaman jahiliyah sampai zaman Islam. Pada bulan-bulan haram tidak boleh ada peperangan.
Allah berfirman
Yang artinya: “Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:’ Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…’” (QS. Al Baqarah:217)
Juga firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram…” (QS. Al Maidah:2)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Beberapa Kemuliaan dan keberkahan bulan bulan Haram
Telah dijelaskan dimuka mengenai kemuliaan bulan-bulan haram ini atas bulan-bulan lainnya, serta agungnya kesucian bulan-bulan haram ini. Maka sekarang, penulis akan memaparkan beberapa keutamaan dan keberkahan yang terkandung dalam setiap bulan haram (yang disucikan) ini.
Bulan Dzulqa’dah
Bulan Dzulqa’dah merupakan salah satu bulan haji (asyhurul hajji) yang dijelaskan oleh Allah dalam friman-Nya:
 “(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS.Al Baqarah:197)
Asyhurun ma’luumaat (bulan-bulan yang dikenal) merupakan bulan yang tidak sah ihram Haji kecuali pada bulan-bulan ini (asyhurun ma’luumaat) menurut pendapat yang shahih. (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan Haji (asyhurul hajji) adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Diantara keistimewaan bulan ini, bahwa empat kali ‘Umrah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam terjadi pada bulan ini, hal ini tidak termasuk ‘Umrah beliau yang dibarengi dengan Haji, walaupun ketika itu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berihram pada bulan Dzulqa’dah dan mengerjakan ‘Umrah tersebut di bulan Dzulhijjah bersamaan dengan Hajinya. (Lathaa if al Ma’aarif, karya Ibnu Rajab; Zaadul Ma’aad).
Ibnu Katsir juga berkata ada satu bulan yang telah diharamkan (disucikan) yang letaknya sebelum bulan-bulan Haji, yaitu bulan Dzulqa’dah, karena ketika itu mereka menahan diri dari perang.
Ibnul Qayyim menjelaskan pula bahwa ‘Umrah di bulan-bulan Haji setara dengan pelaksanaan Haji di bulan-bulan Haji. Bulan-bulan haji dikhususkan oleh Allah dengan ibadah Haji, dan Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai waktu pelaksanaannya. Sementara ‘Umran merupakan Haji kecil, maka waktu yang paling utama untuk ‘Umrah adalah pada bulan-bulan Haji. Sedangkan Dzulqa’dah berada di tengah-tengah bulan Haji tersebut. (Zaadul Ma’aad).
Karena itu terdapat riwayat dari beberapa ulama Salaf bahwa disukai melakukan ‘Umrah pada bulan Dzulqa’dah. (Lathaa if al Ma’aarif). Akan tetapi ini tidak menunjukkan bahwa ‘Umrah di bulan Dzulqa’dah lebih utama daripada ‘Umrah di bulan Ramadhan. Keistimewaan lain yang dimiliki bulan ini, bahwa masa tiga puluh malam yang Allah janjikan kepada Musa untuk berbicara pada-Nya jatuh pada malam-malam bulan Dzulqa’dah. Sedangkan al asyr (sepuluh malan tambahan)nya jatuh pada periode sepuluh malam dari bulan Dzulhijjah berdasarkan pendapat mayoritas ahli Tafsir. (lihat Tafsir Ibnu Katsir).
Bulan Dzulhijjah
Diantara beberapa keutamaa dan keberkahan bulan ini, bahwa seluruh manasik Haji dilakukan pada bulan ini. Kesemuanya itu merupakan syi’ar-syi’ar yang besar dari berbagai syi’ar Islam. Terdapat di dalamnya, sepuluh hari pertama yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan, lalu tiga hari berikutnya merupakan hari-hari tasyriq yang agung.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
 { مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أََحَبُّ إِلَىاللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنيِ أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ }
"Tiada hari yang lebih di cintai Allah ta'ala untuk berbuat suatu amalan yang baik dari pada hari-hari ini yaitu sepuluh hari Dzul Hijjah, para sahabat bertanya," wahai Rasulullah, tidak pula dengan jihad fii sabilillah? Rasulullah menjawab," tidak, tidak pula jihad fii sabilillah, kecuali jika ia keluar dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia tak kembali lagi".
Dan Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah r bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ وَلاَ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ الْعَمَلَ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْد ِ}
"Tiada hari yang lebih baik dan lebih di cintai Allah ta'ala untuk beramal baik padanya dari sepuluh hari Dzul Hijjah, maka perbanyaklah membaca tahlil (Laa ilaaha illallah), takbir (Allahu Akbar) dan tahmid (Alhamdu lillah)".
Begitu pula Ibnu Hibban dalam shahihnya meriwayatkan dari Jabir , bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
 { أَفْضَلُ الأَيَّامِ يَوْمُ عَرَفَةَ }
"Hari yang paling utama adalah hari Arafah"
Bulan Muharram
Keberkahan dan kemuliaan bulan haram ini yaitu Muharram adalah sebab sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Nabi Shalallahu ‘Alahi Wassalam menamakan Muharram dengan bulan Allah (syahrullaah). Penisbatan nama bulan ini dengan lafazh ‘Allah’ menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan ini, karena sesungguhnya Allah tidak menyandarkan (menisbatkan) lafazh tersebut kepada-Nya kecuali karena keistimewaan dan kekhususan yang dimiliki oleh makhluk-nya tersebut dan seterusnya. (Laatha if al Ma’aarif).
Sebagian ulama memberikan alasan yang mengaitkan tentang keutamaan puasa pada bulan ini. Maksudnya, bahwa sebaik-baik bulan untuk melakukan puasa sunnat secara penuh setelah bulan Ramadhan, adalah Muharram. Karena berpuasa sunnat pada sebagian hari, seperti hari ‘Arafah atau enam hari di bulan Syawal lebih utama (afdhal) daripada berpuasa pada sebagian hari-hari bulan Muharram. (Laatha if al Ma’aarif)

Diantara keberkahan bulan Muharram berikutnya, jatuh pada hari kesepuluh, yaitu hari ‘Asyura. Hari ‘Asyura ini merupakan hari yang mulia dan penuh berkah. Hari ‘Asyura ini memiliki kesucian dan kemuliaan sejak dahulu. Dimana pada hari ‘Asyura ini Allah Ta’ala menyelamatkan seorang hamba sekaligus Nabi-Nya, Musa ‘Alaihis Salam dan kaumnya serta menenggelamkan musuhnya, Fir’aun dan bala tentaranya. Sesungguhnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukurnya kepada Allah. Sedangkan orang-orang Quraisy di zaman Jahilliyah juga berpuasa pada hari ini, begitu juga Yahudi. Mereka dulu berpuasa pada hari ‘Asyura.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma, beliau menceritakan,
لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا ، يَعْنِى عَاشُورَاءَ ، فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ ، وَهْوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى ، وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ ، فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ . فَقَالَ « أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ » . فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. (HR. Al Bukhari)
Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, puasa ini pada mulanya wajib bagi kaum muslimin sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, kemudian (berubah) menjadi sunnah. Sebagaimana yang tedapat dalam ash Shahihain dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia berkata:
“Dahulu orang-orang Quraisy berpuasa ‘Asyura pada zaman Jahilliyah. Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wassalam sendiri juga berpuasa ‘Asyura. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau terus melaksanakan puasa ‘Asyura, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. Lalu ketika diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan, beliau bersabda:’Barangsiapa yang mau berpuasa ‘Asyura, berpuasalah dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, tinggalkanlah.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama menyatakan bahwa bulan Muharram adalah adalah bulan yang paling mulia setelah Ramadhan
Hasan Al-Bashri mengatakan,
إن الله افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه
Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa sebagian orang mengada-adakan perkara baru (bid’ah) dalam masalah ini dengan bersandar pada hadits-hadits palsu yang tidak berdasar seperti fadhilah mandi pada hari ‘Asyura, bercelak atau berjabat tangan, atau menampakkan rasa senang dan bahagia, dan meluaskan nafkahnya pada hari itu. (lihat Iqtidhaa-ush Shiraathil Mustaqiim li Mukhaalafatil Ash haabil Jahiim).
Bulan Rajab
Ibnu Katsir berkata Adapun bulan Rajab yang terletak di tengah-tengah tahun diharamkan (disucikan) karena orang yang berada di pelosok Jazirah Arabia berziarah ke Baitul Haram. Mereka datang berkunjung ke Baitul Haram dan kembali ke negeri mereka dengan keadaan aman.
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:
“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
Setelah menelaah hadist ini, Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan,” Tidak pernah diriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘Alahi Wassalam tentang fadhilah bulan Rajab di hadits-hadits yang lain. Bahkan kebanyakan hadits yang tersebar tentang keutamaan bulan Rajab ini yang disandarkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wassalam adalah dusta…”(Iqtidhaa-ush Shiraatil Mustaqiim).
Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan: “ Tidak benar bahwa di dalam bulan Rajab terdapat shalat tertentu yang khusus untuk bulan ini saja.” Lalu dia mengatakan, “ Tidak benar dalam keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus terdapat satu riwayat dari Nabi Shalallahu ‘Alahi Wassalam dan para Sahabatnya.” (Laathaa iful Ma’aarif). Karena itu kebanyakan ulama Salaf membenci pengkhususan bulan Rajab dengan puasa.
Adapun ‘Umrah di bulan Rajab telah disebutkan oleh Ibnu Rajab bahwa “umrah dibulan Rajab itu adalah hukumnya sunnah menurut pendapat mayoritas generasi Salaf. Diantaranya ‘umar bin Khaththab radhiallahu anhu dan ‘Aisyah radhiallahu anha. (lihat Laathaa-iful Ma’aarif)
Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar