sa'at shalat
Selasa, 10 Agustus 2010
DIFINISI HADITS
(fiqhislam.com)
Secara bahasa Hadits mempunyai arti “Baru”, “Dekat”, atau “Berita”. Makna yang terakhir inilah yang dipakai oleh para ulama untuk mendifinisikan Hadits sebagai : “Segala ucapan, perbuatan, keadaan, serta perilaku dan ketetapan (peneguhan) Nabi Muhammad S.A.W. atas berbagai peristiwa.”
Disamping itu ada beberapa istilah sinonim yang sering dipakai oleh berbagai kalangan Ulama untuk menyebut Hadits, yakni Khabar, Sunnah, dan atsar. Secara bahasa arti khabar adalah “Berita”, Sunnah berarti “Jalan”, dan atsar berarti “Bekas” atau bisa juga “Nukilan”.
Namun ada juga Ulama yang membedakan istilah “Khabar” dan “Atsar” tersebut dengan Hadits. Khabar di katakan sebagai “Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi S.A.W. maupun selain Nabi S.A.W. bisa dari kalangan sahabat atau tabiin”. Sedangkan Atsar dipakai untuk perkataan-perkataan selain Nabi SAW, yakni ; sahabat, tabiin, ulama salaf, dan lain sebagainya”. Maka ada baiknya kita memperhatikan penggunaan istilah-istilah tersebut ketika mendengar atau membaca buku-buku keagamaan.
Sesuai difinisinya ada tiga macam hadits :
1. Hadits yang berupa perkataan (Qauliyah), contohnya, sabda Nabi SAW ; "Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan, yang satu sama lain saling menguatkan." (HR. Muslim)
2. Hadits yang berupa perbuatan (fi’liyah) mencakup perilaku beliau, seperti tata cara shalat, puasa, haji, dsb. Berikut contoh haditsnya, Seorang sahabat berkata : “Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf kami ketika kami melakukan shalat. Apabila saf-saf kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir.” (HR. Muslim)
3. Hadits penetapan (taqririyah) yaitu berupa penetapan atau penilaian Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW. contohnya hadits berikut, seorang sahabat berkata ; “Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)
Berdasarkan sumbernya hadits ada dua macam ; Yaitu hadits qudsi dan hadits nabawi. Hadits qudsi, disebut juga dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani, adalah suatu hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT, namun lafalnya berasal dari Nabi SAW. Sedangkan hadits nabawi, yaitu hadits yang lafal maupun maknanya berasal dari Nabi Muhammad SAW sendiri.
Sebagai catatan, hadits qudsi berbeda dengan Alquran. Perbedaannya antara lain:
1. lafal dan makna Alquran berasal dari Allah SWT, sedangkan hadits qudsi hanya maknanya yang berasal dari Allah SWT.
2. Alquran mengandung mukjizat.
3. Membaca Alquran termasuk perbuatan ibadah, sedangkan membaca hadits qudsi tidak termasuk ibadah.
4. Alquran tidak boleh dibaca atau bahkan disentuh oleh orang-orang yang berhadas, sedangkan hadits qudsi boleh dipegang dan dibaca juga oleh orangorang yang punya hadas.
5. Periwayatan Alquran tidak boleh hanya dengan maknanya saja, sedangkan hadits qudsi boleh diriwayatkan hanya dengan maknanya.
6. Alquran dibaca di waktu salat, sedangkan hadits qudsi tidak boleh dibaca di waktu salat.
7. Semua ayat Alquran disampaikan dengan cara mutawatir, sedangkan tidak semua hadits qudsi diriwayatkan secara mutawatir. Keduanya (hadits qudsi dan hadits nabawi) memang sama-sama bersumberkan Wahyu dan keduannya dapat menjadi landasan (dalil), namun dapat dikatakan hadits qudsi lebih istimewa ketimbang hadits nabawi. Dibandingkan dengan hadits qudsi, hadits nabawi jauh lebih banyak jumlahnya.
FUNGSI HADITS
Hadits adalah sumber hukum kedua agama Islam sesuai firman Allah SWT "apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya."QS Al-Hasyr ; 7 & "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."QS Ali Imran ; 31 Allah memerintahkan kita untuk menaati Rasul SAW sebagaimana menaati Allah SWT.
Kedudukan Hadits terhadap Alquran sedikitnya mempunyai tiga fungsi pokok :
1. Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Alquran, misalnya tentang syirik Allah berfirman ; “... jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS Al-Haj ; 30) maka Rasulullah tegaskan lagi dalam hadits berikut ; “....kuberitahukan kepadamu sekalian tentang sebesar-besarnya dosa besar, sahut kami, baiklah Rasulullah beliau bersabda ; menyekutukan Allah,...”
2. Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat umum dan mutlak, misalnya perintah shalat, Dalam Alquran perintah shalat hanya disebutkan dengan : “dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya
shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS Al Isra’; 78) di sana tidak ada rincian mengenai ; cara pelaksanaannya. Kapan waktunya yang tepat. Nah disinilah rasulullah SAW mengajarkan kita rinciannya yang dapat kita lihat dalam hadits-hadits.
3. Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati/diterangkan dalam Alquran, misalnya masalah nikah. banyak sekali hadits-hadits tentang pernikahan yang hukum-hukumnya tidak terdapat dalam Alquran misalnya soal haramnya menikahi saudara sepersusuan, haramnya mengumpulkan (poligami) antara seorang perempuan dengan bibinya, dsb
PENULISAN HADITS
Berbeda dengan Alquran yang penghapalan dan penulisannya sangat ditekankan oleh rasulullah SAW kepada semua kalangan sahabatnya, Rasulullah SAW sangat berhati-hati dalam hal hadits, perintah untuk penulisannya dikeluarkannya secara hati-hati, ini beliau lakukan agar penulisan Hadits tidak tercampur dengan penulisan alquran. Oleh karena itu Rasulullah SAW secara khusus mengijinkan sahabatsahabat tertentu yang beliau SAW yakin akan tingkat kecermatannya untuk melakukan penulisan hadits. Kehati-hatian ini dipahami oleh para sahabat. Setelah Nabi SAW wafat dan setelah Alquran selesai di kumpulkan dan dikemas dalam bentuk mushaf secara sempurna, baru penulisan dan pembukuan Hadits sangat gencar dilakukan, ini karena sudah tidak ada kecemasan dan kekhawatiran tercampurnya Alquran dengan Alhadits.
PENGHAPALAN HADITS
Masyarakat Arab sudah terbiasa dengan kegiatan hapal-menghapal sehingga hadits dapat terekam dengan mudah dibenak para sahabat, apalagi mereka mendengar langsung kata-kata Rasul SAW juga melihat secara langsung apapun yang Beliau SAW lakukan. Seperti kebiasaan mereka dan memang telah diperintahkan oleh rasulullah SAW agar yang tahu menyampaikan kepada yang tidak tahu, para sahabatpun saling berbagi pengetahuan dan hapalan hadits. Penyampaian ini lengkap dengan sanadnya misalnya ;
“aku mendengar langsung dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,..dst” atau ;
aku mendengar dari fulan (seorang sahabat) dan dia mendengar dari fulan (sahabat yang lain) yang mendengar rasulullah SAW bersabda,...dst”
PEMBUKUAN HADITS
Pembukuan Hadits dilakukan sejak masa Nabi SAW namun ketika itu hanya beberapa sahabat saja yang melakukannya, sedikitnya yang melakukan pembukuan hadits ini terus berlangsung sampai masa khulafaurrasyidin. Baru pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz kira-kira tahun 100 H secara resmi perintah pembukuan Hadits dikeluarkannya secara resmi dari institusi pemerintahan, sejak inilah pembukuan Hadits gencar dilakukan.
UNSUR-UNSUR YANG SELALU TERDAPAT DALAM HADITS
Suatu hadits mengandung tiga unsur ; yakni rawi (yang meriwayatkan hadits), sanad (sandaran hadits), dan matan (teks hadits).
RAWI
Rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab yang pernah didengarnya atau diterima dari seseorang (gurunya). Menyampaikan hadits disebut merawikan hadits.
SANAD
Sanad adalah jalan yang menyampaikan kita pada matan hadits atau rentetan para rawi yang menyampaikan matan hadits. Misalnya Imam Buchory memberitakan dari tabiin (murid seorang sahabat Nabi SAW) A yang mendengar dari sahabat B yang mendengar dari sahabat C yang mendengar Nabi bersabda.....dst. pada contoh tersebut rentetan mulai dari Imam Buchory sampai sahabat (C) disebut sanad.
MATAN
Adapun matan adalah materi atau teks hadits atau isi suatu hadits, berupa ucapan, perbuatan, dan takrir, yang terletak setelah sanad terakhir. Matan dikatakan juga sabda Nabi SAW yang dinyatakan setelah menyebutkan sanad.
KLASIFIKASI HADITS
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi. Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, hadits itu terbagi dua yakni Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.
Hadis ahad ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang perorang (ahad = satu) yang tidak mencapai tingkat mutawatir, dapat diriwayatkan oleh seorang atau lebih.
Hadits mutawatir adalah hadits yang dirwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan dan logika mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila memenuhi tiga syarat berikut ;
1. Warta yang disampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri, bukan hasil pemikiran terhadap sesuatu.
2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong, para ulama berbeda pendapat tentang batasan yang diperlukan, ada yang menetapkan 4, 5, 10, 20, 40, 70 bahkan ada yang berpendapat 313 orang dua orang perempuan.
3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam tingkatan sanad pertama dengan jumlah rawi-rawi dalam tingkatan sanad berikutnya. Hadis mutawatir dibagi atas mutawatir lafzi dan mutawatir ma’nawi. Mutawdtir lafzi ialah hadis mutawatir yang bunyi teks atau lafal hadisnya sama antara satu riwayat dan riwayat-riwayat lainnya. Adapun mutawatir ma’nawi ialah hadis mutawatir yang bunyi teks hadisnya berbeda-beda tetapi mengandung makna yang sama.
Contoh mutawatir lafzi yang sering disebutkan dalam buku-buku hadis ialah “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas nama-ku, maka tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari dan Iain-lain). Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 sahabat dengan teks yang sama (bahkan menurut as-Suyuti, tidak kurang dari 200 sahabat yang meriwayatkannya).
Adapun contoh mutawatir ma’nawi ialah hadis yang menyatakan bahwa Nabi SAWselalu mengangkat kedua tangannya dalam berdoa. Masing-masing teks hadis tentang berdoa tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi hadis-hadis tersebut mengandung pengertian yang sama, yaitu Nabi SAW mengangkat kedua tangannya dalam berdoa. Hadis mengenai cara Nabi SAW berdoa tersebut diriwayatkan oleh lebih dari seratus sahabat.
KLASIFIKASI HADIS DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADITS
Penentuan tinggi rendahnya suatu hadits bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, kualitas rawi, dan keadaan matan. Jadi andaikata ada dua hadits yang memiliki keadaan rawi dan matan yang sama maka hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih banyaklah yang lebih baik tingkatannya. Apabila dua buah hadits memiliki keadaan matan dan jumlah rawi yang sama, maka hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya lebih tinggi tingkatannya daripada hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah ingatannya. Bila dua hadits memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadits yang matannya paling selaras dengan Alquran lah yang lebih baik tingkatannya.
Hadits yang tinggi tingkatannya berarti memiliki tingkat kepastian yang tinggi bahwa hadits itu berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan hadits menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadits sebagai sumber hukum atau sumber ajaran Islam.
Para Ulama membagi hadits ahad* dalam tiga tingkat, yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadits daif.
HADITS SAHIH.
Secara bahasa Sahih berarti bersih dari cacat. Secara istilah ; Hadits Sahih adalah hadits yang susunan lafadznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat Quran, hadits mutawatir, atau ijmak, serta para rawinya adil dan dabit.
HADITS HASAN
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut istilah ; Hadits Hasan adalah hadits yang sanadnya baik, tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.
HADITS DAIF
Menurut bahasa daif berarti lemah, jadi hadits daif adalah hadits yang lemah, yakni ; para ulama memiliki dugaan yang lemah (kecil/rendah) tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah SAW. hadits ini tidak memenuhi persyaratan sebagai hadits sahih maupun hasan.
Keterangan lebih detail mengenai hadits sahih, hasan dan daif ini akan disampaikan pada bab tersendiri.
Pembagian hadits dari segi kedudukan dalam hujah (dalil) Hadits ahad ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya dia sebagai hujah terbagi dua, yaitu golongan Hadits maqbul dan Hadits mardud.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar