Baitul Mal, Sumber Kemakmuran di Era Kekhalifahan (1)
REPUBLIKA.CO.ID, Kemakmuran dan kemajuan yang berhasil ditorehkan umat Islam pada masa kekhalifahan tak lepas dari pengelolaan keuangan yang profesional dan transparan.
Pada era itu, pemerintahan Islam mengelola keuangan negara melalui lembaga bernama Baitul Mal (kas negara). Sejatinya, rumah harta alias Baitul Mal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab.
Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, Baitul Mal belum terlembaga.
Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan.
Pelembagaan Baitul Mal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar mendistribusikan dana yang tersedia di Baitul Mal kepada setiap orang. Di awal pemerintahannya, setiap penduduk mendapat jatah sebesar 10 dirham. Jumlah dana yang dibagikan bertambah menjadi dua kali lipat, di tahun kedua masa kepemimpinannya.
Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan Baitul Mal menjadi lembaga formal.
Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.
Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk Baitul Mal atau public treasury. Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam.
Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi. Di setiap wilayah kekuasaan Islam dan ibukota pemerintahan, yakni di Madinah, dibentuk Baitul Mal. Khalifah menugaskan pejabat perbendaharaan negara di setiap wilayah. Baitul Mal inilah yang nantinya bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Pada era itu, pemerintahan Islam mengelola keuangan negara melalui lembaga bernama Baitul Mal (kas negara). Sejatinya, rumah harta alias Baitul Mal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab.
Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, Baitul Mal belum terlembaga.
Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan.
Pelembagaan Baitul Mal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar mendistribusikan dana yang tersedia di Baitul Mal kepada setiap orang. Di awal pemerintahannya, setiap penduduk mendapat jatah sebesar 10 dirham. Jumlah dana yang dibagikan bertambah menjadi dua kali lipat, di tahun kedua masa kepemimpinannya.
Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan Baitul Mal menjadi lembaga formal.
Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.
Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk Baitul Mal atau public treasury. Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam.
Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi. Di setiap wilayah kekuasaan Islam dan ibukota pemerintahan, yakni di Madinah, dibentuk Baitul Mal. Khalifah menugaskan pejabat perbendaharaan negara di setiap wilayah. Baitul Mal inilah yang nantinya bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar