sa'at shalat

Rabu, 08 Agustus 2012


Awas, Godaan Belut!




Di masa Rasulullah saw., ada seorang sahabat dari kaum Anshar yang menangkap pesatnya perkembangan Islam dengan kacamata yang keliru. Di satu sisi, ia memang bersyukur kepada Allah swt. Islam kian meluas menembus batas benua. Tapi, ketika menoleh ke diri dan keluarga, ia pun mulai terpengaruh untuk tidak lagi ikut dalam pentas perjuangan Islam. “Ah, cukuplah perjuangan saya sampai di sini. Sudah banyak kader-kader Islam yang lebih kredibel. Kini, saatnya memperbaiki ekonomi pribadi,” seperti itulah kira-kira ungkapan sang sahabat.

Saat itu juga, Allah swt. menegur. Turunlah ayat Alquran surah Albaqarah ayat 195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat ihsanlah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.” (diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Abi Ayub Al-Anshari. Menurut Tirmidzi, hadits ini shahih)

Mungkin, secara manusiawi, niat baik sahabat Rasul itu bisa dimaklumi. Wajar kalau mereka mulai menatap kemapanan ekonomi diri dan keluarga setelah sekian tahun berkorban habis-habisan buat perjuangan dakwah. Wajar kalau seorang kader perintis mulai menghitung masa depan keluarga setelah tampak masa depan Islam kian gemilang. Mungkin, dalih-dalih itu bisa dianggap wajar.

Namun, Allah swt. justru menilai niat itu sebagai sesuatu yang berat. Salah. Bahkan, menjerumuskan diri kedalam jurang kebinasaan. Allah swt. tidak menginginkan hamba-hamba-Nya yang selama ini gemar investasi pahala yang begitu besar, tiba-tiba putus untuk urusan domestik. Karena, balasan dari Allah yang telah tersiapkan jauh lebih baik dari apa yang akan mereka usahakan di dunia ini.

Firman Allah swt. dalam surah Ali Imran ayat 14, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).”

Peristiwa itu kian mengingatkan generasi dakwah pasca sahabat Rasul bahwa sulit memisahkan antara kepentingan dakwah dengan urusan pribadi. Karena di situlah nilai lebih seorang aktivis dakwah. Ia telah menjual dirinya kepada Allah swt. Dan transaksi itu mencakup bukan saja urusan potensi diri, melainkan juga segala sumber daya yang melingkupinya. Termasuk, harta dan bisnis.

Begitulah firman Allah swt. dalam surah At-Taubah ayat 111. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh….”

Suatu ketika, ada seorang pemilik pohon kurma yang pelit dengan tetangganya. Mayang pohon ini menjulur ke rumah sang tetangga yang fakir. Setiap kali akan memetik buah, sang pemilik selalu melalui halaman si fakir. Tapi, tak satu pun kurma yang diberikan. Bahkan, kurma yang sempat terpegang anak sang tetangga yang fakir pun ia rampas. Tinggallah sang fakir menahan rasa. Hingga akhirnya, ia mengadu ke Rasulullah saw.

Rasulullah menemui sang pemilik pohon. “Maukah kau berikan pohon kurmamu itu kepadaku. Dan ganjaran pemberian itu adalah surga,” ucap Rasul. “Hanya itu? Sayang sekali, pohon kurma itu teramat baik.” Dan, sang pemilik itu pun pergi.

Tawaran Rasul tetang pohon kurma itu pun sampai ke telinga seorang sahabat yang kaya. Ia menemui Rasul. “Apakah tawaran Anda tadi berlaku juga buatku?” tanya sang sahabat. Rasul pun mengiyakan. Serentak, ia mencari sang pemilik pohon. Dan terjadilah tawar-menawar. Sang pemilik pohon berujar, “Pohon kurma itu tak akan aku jual. Kecuali, ditukarkan dengan empat puluh pohon kurma.” Awalnya, sang sahabat agak keberatan. Tapi, akhirnya ia pun setuju. Kemudian, ia menyerahkan kepemilikan pohon itu kepada Rasulullah saw. Dan, Rasul menghadiahkannya kepada si keluarga fakir.

Peristiwa itu mendapat penghargaan tersendiri dari Allah swt. Dan, turunlah surah Al-Lail. Di antara surah itu berbunyi, “…Ada pun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka, Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan ada pun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka, kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan yang sukar)….” (QS. 92: 5-10)

Ujian dan anugerah akan silih berganti menghias jalan dakwah. Dan, pagar jalan itu adalah sabar dan istiqamah. Tinggal, bagaimana pilihan kita. Siapkah kita menanti panen padi dakwah yang telah kita tanam dengan waktu yang begitu lama. Atau, menjadi terpedaya dengan lambaian belut dan gabus yang menggiurkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar