Mahkota Kejujuran
26 Ramadhan 1433
Oleh: Toto Tasmara, republika.co.id
Kejujuran ( shiddiq) adalah salah satu dari sifat agung Rasulullah Muhammad SAW. Kejujuran adalah mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya. Kedudukannya disejajarkan dengan para nabi (al-anbiya) dan dijadikan rujukan untuk menjadi teman dalam meningkatkan kualitas hidup.
“Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka bersama-sama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shadiqin, syuhada, dan orang-orang saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa [4]: 69).
Kejujuran adalah komponen batin yang memantulkan berbagai sikap terpuji yang akan menempatkan orang tersebut pada tempat kemuliaan (maqomam mahmuda). Mereka berani menyatakan sikap secara transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan. Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus dan karenanya mereka memiliki keberanian moral yang sangat kuat.
Seorang sufi terkenal Al-Qusyairi mengatakan, shiddiq adalah orang yang benar dalam semua kata-kata, perbuatan, dan keadaan batinnya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya. Karena dia sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu ketenteraman jiwanya merupakan dosa.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari An-Nuwas bin Sam’an, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah tentang dosa. Beliau bersabda, “Al-ismu maa haaka fii shodrika wa karihta an-yath tholi’an naasu ‘alaihi, (dosa ialah yang merisaukan hatimu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya).”
Dengan demikian, kejujuran bukanlah datang dari luar, melainkan bisikan hati yang secara terus-menerus mengetuk dan memberikan percikan cahaya Ilahi. Bisikan moral luhur yang didorong gelora cinta kepada Allah (mahabbatu lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan panggilan dari dalam, sebuah keterikatan (aqad, i’tiqad).
Sedangkan, orang yang tidak jujur atau pembohong (kadzib) adalah orang yang menipu dirinya sendiri, menghancurkan atau menghapuskan seluruh nilai-nilai moral yang dimilikinya. Orang yang tidak jujur berarti tipikal manusia yang tega membunuh suara hatinya.
Kita tidak pernah mendengar setan korupsi atau berzina karena setan tidak membutuhkannya. Tugas setan hanya menggoda manusia sehingga manusia yang korup atau berzina itu sesungguhnya lebih sesat dari setan.
Karenanya, jangan beranggapan bahwa korupsi itu budaya atau sebuah lingkaran setan. Justru, mereka yang dalam hatinya masih ada nyala api shiddiq harus berupaya memutuskannya. Harus ada dalam pemikirannya untuk membenci dan memberontak bahwa korupsi dan koruptor itu tidak pantas dihormati.
Koruptor itu lebih buas dari binatang buas. Koruptor itu bukan hanya harus dihukum sebagai proses penjeraan agar kapok, melainkan seharusnya mereka itu dikucilkan secara sosial. Kiranya, setiap pribadi Muslim jangan terstigma berpikir bahwa korupsi itu sudah membudaya. Tidak. Korupsi adalah kebatilan paling mungkar yang dapat diberantas. Dan, itu bisa dilakukan bila ada sifat shiddiq (jujur).
Kejujuran ( shiddiq) adalah salah satu dari sifat agung Rasulullah Muhammad SAW. Kejujuran adalah mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya. Kedudukannya disejajarkan dengan para nabi (al-anbiya) dan dijadikan rujukan untuk menjadi teman dalam meningkatkan kualitas hidup.
“Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka bersama-sama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shadiqin, syuhada, dan orang-orang saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa [4]: 69).
Kejujuran adalah komponen batin yang memantulkan berbagai sikap terpuji yang akan menempatkan orang tersebut pada tempat kemuliaan (maqomam mahmuda). Mereka berani menyatakan sikap secara transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan. Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus dan karenanya mereka memiliki keberanian moral yang sangat kuat.
Seorang sufi terkenal Al-Qusyairi mengatakan, shiddiq adalah orang yang benar dalam semua kata-kata, perbuatan, dan keadaan batinnya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya. Karena dia sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu ketenteraman jiwanya merupakan dosa.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari An-Nuwas bin Sam’an, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah tentang dosa. Beliau bersabda, “Al-ismu maa haaka fii shodrika wa karihta an-yath tholi’an naasu ‘alaihi, (dosa ialah yang merisaukan hatimu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya).”
Dengan demikian, kejujuran bukanlah datang dari luar, melainkan bisikan hati yang secara terus-menerus mengetuk dan memberikan percikan cahaya Ilahi. Bisikan moral luhur yang didorong gelora cinta kepada Allah (mahabbatu lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan panggilan dari dalam, sebuah keterikatan (aqad, i’tiqad).
Sedangkan, orang yang tidak jujur atau pembohong (kadzib) adalah orang yang menipu dirinya sendiri, menghancurkan atau menghapuskan seluruh nilai-nilai moral yang dimilikinya. Orang yang tidak jujur berarti tipikal manusia yang tega membunuh suara hatinya.
Kita tidak pernah mendengar setan korupsi atau berzina karena setan tidak membutuhkannya. Tugas setan hanya menggoda manusia sehingga manusia yang korup atau berzina itu sesungguhnya lebih sesat dari setan.
Karenanya, jangan beranggapan bahwa korupsi itu budaya atau sebuah lingkaran setan. Justru, mereka yang dalam hatinya masih ada nyala api shiddiq harus berupaya memutuskannya. Harus ada dalam pemikirannya untuk membenci dan memberontak bahwa korupsi dan koruptor itu tidak pantas dihormati.
Koruptor itu lebih buas dari binatang buas. Koruptor itu bukan hanya harus dihukum sebagai proses penjeraan agar kapok, melainkan seharusnya mereka itu dikucilkan secara sosial. Kiranya, setiap pribadi Muslim jangan terstigma berpikir bahwa korupsi itu sudah membudaya. Tidak. Korupsi adalah kebatilan paling mungkar yang dapat diberantas. Dan, itu bisa dilakukan bila ada sifat shiddiq (jujur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar